ALUMNI DAYAH NUDI DALAM SEJARAH
Dayah Nahrul
Ulum Diniyah Islamiyah (NUDI) beralamat di desa Mee, Kecamatan Meurah Mulia, Kabupaten
Aceh Utara. Dayah NUDI dipimpin oleh Tgk. H. Usman Ishaq (Abon Usman NUDI)
merupakan ulama ahli tauhid dan ahli fikih alumni dayah BUDI Lamno.
Tgk. H. Usman Ishaq (Abon Usman NUDI) |
Alumni dayah NUDI yang terkumpul dalam
riwayat singkat alumni dayah ini merupakan guru (gure) dan sahabat alumni yang telah
berhasil menjadi pendakwah, cerdik pandai, intelektual, penulis buku, dan
ilmuan Muslim yang patut menjadi contoh teladan. Demikian juga guru kami para ulama
yang merupakan pewaris para Nabi yang sangat berjasa dalam menyebarkan syiar
Islam di seluruh penjuru muka bumi. Riwayat singkat alumni dayah NUDI ini
ditulis untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan sejarah Islam. Serta
sebagai dokumentasi sejarah yang ditulis berdasar data dan fakta.
Sejarah dayah NUDI juga ditulis
dalam rangka menumbuhkan semangat menulis bagi para santri dayah (pesantren),
karena menulis merupakan tradisi intelektual Muslim
yang harus dipertahankan. Menulis merupakan kegemaran ilmuan Muslim yang perlu
diwariskan kepada generasi muda Islam di masa yang akan datang agar kejayaan
Islam yang sudah mengakar tidak punah seiring
perkembangan zaman. Salah satu cara mengikat dan merangkai ilmu adalah dengan
menulis, karena menulis merupakan tradisi mengikat ilmu dengan pena. Oleh
karena itu maka kiranya perlu diberikan suatu motivasi menulis
bagi generasi muda Islam khususnya santri
dayah. Dalam rangka meningkatkan pemahaman serta
menumbuhkan kreativitas dalam menulis sebagai tradisi
intelektual Muslim.
Kemegahan Aceh
tempo dulu itu disebabkan karena kegemaran ulama dan cendekiawan Muslim yang
gemar menulis kitab dan buku. Penulis Aceh termasyhur dulu kala rata-rata
merupakan lulusan dayah sebagai pusat pendidikan Islam tertua di Aceh dan
nusantara. Beberapa ulama Aceh yang dikagumi dunia yang namanya harum sampai ke
seluruh penjuru dunia antara lain adalah Teungku Chik Awee Geutah dan Abu Tanoh
Abe. Itulah beberapa sosok ulama Aceh penulis kitab yang sangat berjasa dalam
penyebaran syiar Islam.
Alumni Dayah NUDI Kecamatan Meurah Mulia, Kabupaten Aceh Utara Bersama Abu Ibrahim BUDI Lamno dan Tgk. H. Usman Ishaq (Abon Usman NUDI) Pimpinan Dayah NUDI, tahun 1990-an |
Keterangan Gambar:
A.
Abu Ibrahim BUDI Lamno memakai baju jas dan berpeci hitam berdiri
di tengah.
B. Tgk. H. Usman Ishaq (Abon Usman NUDI) memakai peci hitam dan
berjanggut berdiri paling belakang.
C.
Nama Para Alumni baris belakang dilihat dari kiri ke kanan.
1.
Syamsyuddin (Wiraswasta)
2.
Saiful Anwar (Wiraswasta)
3.
Tgk. Nurdin (Guru balai pengajian)
4.
Ismuhar (Satpam Telkom)
5.
Tgk. Juwaini, S.Ag. (Guru Dayah Syamsyudduha)
6.
Tgk. Jafar (Wiraswasta)
7.
Tgk. Fakruddin (Guru MTsS NUDI)
8.
Tgk. Zamzami (Wiraswasta)
9.
Tgk. Aliyuddin (Wiraswasta)
10. Jamaluddin
(Wiraswasta)
11. Tgk.
Rusli (Wiraswasta)
12. Saiful
Bahri (Wiraswasta)
13. Yusuf
(Wiraswasta)
Nama Para
Alumni baris depan dilihat dari kiri ke kanan.
1.
Martunis (Wiraswasta)
2.
Dr. Irsyadillah (Dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh)
3.
Tgk. Jafar (Guru balai pengajian)
4.
Jalaluddin (Wiraswasta)
5.
Syafruddin (Wiraswasta)
6.
Mukhlisin (Tenaga Tata Usaha MAN Lhokseumawe)
7.
Hamdani, S.Pd. (Guru MAN Lhokseumawe dan penulis buku)
8.
Tgk. Harwin Ilyas (Wilayatul Hisbah dan penceramah)
9.
Martunis (Karyawan Puskesmas)
10. Zulkarnaini
(Wiraswasta)
PENGALAMAN
SEORANG ALUMNI
DAYAH
NUDI KENANGAN YANG ELOK UNTUK DIINGAT
Tempat
yang paling indah di dunia ini adalah masjid, mushalla, dayah (pesantren),
madrasah, dan tempat menuntut ilmu agama Islam. Masjid dan semua tempat menuntut ilmu
agama Islam yang tersebut di atas merupakan tempat yang paling dimuliakan oleh
Allah. Di dayah sebagai tempat menuntut ilmu agama kita dapat menemukan
kebahagiaan dan menikmati nikmatnya iman beserta kasih sayang Allah yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang. Orang-orang yang menuntut ilmu di jalan Allah akan
mendapatkan rahmat dan hidayah Allah di dunia dan di akhirat. Seperti nasehat
Abuya Jamaluddin Waly dalam syair yang ditulis dalam bukunya Panduan Zikir
dan Doa Bersama (2003:32) berikut:
Cinta Tuhan dapat jaminan
Dimasukkan dalam syurga tinggi
Demikian hadis Nabi menjelaskan
Kepada ummat Islam pengikut Nabi
Saya
menulis kisah ini berawal dari kenangan indah ketika mengingat bahwa dayah itu
sangat penting bagi saya. Karena di dayah NUDI itu saya mendapatkan berbagai
ilmu agama Islam dan pengalaman-pengalaman yang mengesankan. Sejak berusia
sekitar 9 tahun saya sudah mulai belajar di dayah ini pada kelas diniyah sore.
Dan pada usia 12 tahun saya sudah dimasukkan oleh orang tua saya belajar pada
malam hari sejak tahun 1992-1998. Sejak itu saya sudah harus belajar disiplin
membagi waktu. Pada pagi hari harus berangkat ke sekolah dan sore hari untuk
membantu orang tua saya. Jika ada acara latihan ceramah dalam rangka lomba
pidato saya juga datang belajar pada sore harinya ke dayah NUDI. Begitulah
kisahnya, dayah NUDI masih sangat akrab dalam ingatan saya.
Ada
beberapa kisah yang berkesan bagi saya antara lain saya sangat senang dengan
belajar berpidato (muhazharah). Setiap malam Jum’at saya terkagum-kagum
melihat beberapa guru yang pintar berceramah. Saya ingin seperti guru-guru saya
yang pintar berdakwah. Beberapa guru yang gemar berceramah antara lain adalah
Tgk. Bustamam yang sering kami panggil Tgk. Faslon dan Tgk. Ibnu Hasan.
Sedangkan yang menjadi protokol rutin bernama Tgk. Juwaini yang sekarang menjadi
guru dayah Syamsyudduha Cot Murong.
Pada
awalnya ketika saya dipersilakan berpidato saya jadi demam, karena tidak
terbiasa memegang mixrofon dan baru pertama naik mimbar. Lama-lama belajar
akhirnya ketagihan mau ceramah melulu di depan guru dan kawan-kawan. Ternyata ilmu yang saya
dapatkan di dayah sangat membantu saya waktu sekolah di SMA Negeri Samudra
Geudong tahun 1995-1998, karena di sekolah waktu itu juga ada materi berpidato
pada pelajaran Bahasa Indonesia. Sampai saya kuliah di Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas
Syiah Kuala tahun 1998-2003 ilmu cara berpidato ternyata sangat penting, karena
di jurusan saya ada mata kuliah Berbicara, di situ saya dites berceramah juga.
Kata dosen pengasuh mata kuliah tersebut tujuannya adalah untuk menghasilkan
orator (pembicara) yang ulung atau penceramah yang andal.
Sampai
sekarang tahun 2016 ketika saya mengajar dan menjadi guru MAN Lhokseumawe
ternyata ilmu berpidato itu sangat penting. Saat saya mendapat jadwal kuliah
tujuh menit atau ceramah singkat setelah shalat zhuhur berjamaah di MAN
Lhokseumawe. Ilmu yang saya dapatkan di dayah NUDI sangat berguna bagi saya
dalam menjalankan tugas mengajar sambil berceramah di depan siswa.
Segala puji bagi Allah. Ilmu yang saya dapatkan ketika belajar di dayah NUDI sangat
berguna dalam mengarungi hidup di dunia dan akhirat. Benar seperti yang
disampaikan oleh Abon Usman NUDI pada suatu malam ketika mengaji. Abon Usman mengatakan “Ilmu agama Islam ini sangat penting dalam mengarungi hidup di dunia ini, jika
tidak punya ilmu agama maka manusia akan sesat.” Itulah sepenggal kalimat nasehat
guru kami. Memang benar. Kemanapun kita pergi, di manapun kita tinggal ilmu
agama sangat penting, karena dengan ilmu agama hidup manusia akan terarah
kejalan yang lurus menjadi manusia yang bertakwa
kepada Allah.
Kisah
yang berkesan lain juga ada, waktu di dayah NUDI. Misalnya jika ada orang
berhalangan tidak dapat naik mimbar berceramah. Tgk. Juwaini memanggil saya
untuk menggantikan dengan membaca syair Aceh atau qashidah. Lumayan untuk saya
coba-coba belajar tulis syair. Karena
sejak duduk di bangku SMP tahun 1992-1993 saya sudah senang dengan pelajaran
sastra. Pada bulan Maulid saya dan kawan-kawan sering di undang ke desa-desa
untuk baca shalawat. Tgk. Faslon dan Tgk. Abdul Manan sebagai syeh zikir Maulid.
Kami Teungku aneuk miet (ustaz anak-anak) mengikuti bacaan shalawat seperti yang
dibaca oleh syeh zikir Maulid. Itulah indahnya tinggal di dayah sejak kecil
sudah dimuliakan oleh guru-guru. Kami walau masih kecil tidak dipanggil dengan
sebutan kamu, tapi kami di panggil teungku. Waktu itu saya Hamdani kecil
dipanggil oleh Tgk. Abdul Manan dengan sopan Tgk. Hamdani atau Teungku Paya
Bili, karena lahir di desa itu. Murid-murid dulu sangat hormat dengan gurunya.
Sopan dan santun saat bertutur kata.
Makanya
saya sangat mencintai guru saya, seperti menyayangi orang tua kandung sendiri.
Karena pengalaman saya sukses menjadi guru, itu karena ridha Allah, ridha orang
tua, dan ridha guru saya. Riwayat ini saya sampaikan bukan untuk tujuan ria,
melainkan sebagai nasehat dan motivasi bagi para sahabat dan murid-murid saya.
Pengalaman
menarik lainnya adalah ada guru saya yang sudah menjadi dosen STAIN
Malikussaleh Lhokseumawe yaitu Tgk. Husnaini Hasbi, S.Ag., MA. Jadi, kami
bertemu lagi di kampus STAIN waktu sama-sama mengajar sebagai dosen. Tgk.
Husnaini sebagai dosen tetap, sedangkan saya sebagai dosen luar biasa dari
tahun 2005-2011.
Waktu
saya belajar di dayah NUDI ketika itu Kepala Yayasannya adalah Tgk. H. Hasbi
ayahanda Drs. Tgk. H. M. Daud Hasbi, M.Ag. (Abi Daud Hasbi) mantan Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Aceh Utara. Guru dan murid waktu itu sangat kompak
membangun dayah ini, kadang-kadang kami bergotong-royong, dan sering membuat
acara lomba pidato, cerdas-cermat, Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) yang
dibantu oleh masyarakat dan Pak Camat Meurah Mulia. Tokoh-tokoh masyarakat
Meurah Mulia juga ikut andil membangun dayah NUDI. Seperti Bapak Razali, S.Pd.
mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Aceh Utara sering hadir ke dayah NUDI
menjadi protokol acara MTQ.
Pada
bulan Ramadhan juga kami adakan acara buka puasa bersama. Para alumni ikut
memberikan donasi (sumbangan) baik dana maupun tenaga. Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Meurah
Mulia (IPPM) banyak membantu memberikan motivasi agar alumni dayah NUDI dapat
menjadi orang sukses di dunia dan di akhirat. Salah satu alumni yang sudah
menjadi dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh adalah Dr. Irsyadillah
Abubakar putra asli desa Teumpok Teungku, Kecamatan Meurah Mulia. Selain itu
ada alumni bernama Tgk. Harwin Ilyas sebagai pendakwah andal dan Tgk. Bakhtiar,
S.Ag. sebagai Kepala SMA Negeri Meurah Mulia. Dan masih banyak lagi yang belum
terdata. Jika sahabat membaca tulisan ini mohon kirimkan data alumni yang
lengkap ke email: tengkuhamdani@yahoo.com.
Untuk dokumentasi alumni dayah NUDI.
Mohon
maaf kepada guru-guru dan sahabat saya jika namanya belum kami sebutkan di
sini. Saya sangat mengharapkan dukungan dari para guru dan sahabat sekalian. Terimakasih
kepada guru (gure) kami Abon Usman NUDI yang telah mewariskan ilmu kepada kami (murid-muridmu),
engkau sebagai ulama adalah pewaris para Nabi. Terimakasih kepada guru kami
Tgk. Juwaini, S.Ag., Tgk. Fakruddin, dan Tgk. Faslon, engkau adalah guru dan juga sahabat kami yang
baik. Terimakasih tak terlupakan kepada guru kami Tgk. Husnan, S.Ag. (Kepala
MTsS NUDI) dan Tgk. Zulhamdi, S.Ag. (Guru SMPN Meurah Mulia) yang setiap pulang dari
Padang menuntut ilmu waktu itu bercerita tentang sejarah Islam di Minangkabau,
kami terkesan dengan cerita Malin Kundang yang pernah guru ceritakan.
Saya
menjadi sukses hari ini karena rahmat serta karunia Allah. Salam untuk semua
guru terbaik saya, cinta untuk semua sahabat sejati saya. Saya mengidolakan semua
guru dan sahabat. Terimakasih kepada Ayahanda tercinta dan Ibunda tersayang
yang telah mendidik ananda hingga saat ini, terimakasih atas bantuan dan
doa-doa guru saya, dan sahabat sekalian. (Dokumentasi Alumni Dayah NUDI,
Penulis: Hamdani, S.Pd. alumni dayah NUDI dan guru MAN Lhokseumawe).
Tgk. Mulyadi dan Tgk. H. Usman Ishaq (Abon Usman NUDI) sedang Umrah di Mekkah, tahun 2016 |
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Hamdani,
S.Pd. dengan nama pena Hamdani Mulya. Lahir di desa Paya Bili, Kec. Meurah
Mulia, Kab. Aceh Utara pada 10 Mai 1979. Belajar pendidikan pertama di rumah
sendiri di kampung kelahiran berguru kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta. Menempuh Pendidikan Agama Islam di Dayah (Pesantren)
Nahrul Ulum Diniyah Islamiyah (NUDI) Kec. Meurah Mulia, Kab. Aceh Utara (1991
s.d 1998) berguru kepada Tgk. H. Usman Ishaq yang akrab dipanggil Abon Usman
NUDI ulama kharismatik Aceh alumni dayah BUDI Lamno.
Hamdani memulai pendidikan dasar di SD Negeri Paya Bili (1992), SMP Negeri
Meurah Mulia (1995), SMA Negeri Samudera Geudong (1998). Alumni Program Studi
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP), Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh tahun 2003.
Menulis puisi dan artikel pendidikan di
beberapa majalah dan surat kabar. Karya Hamdani Mulya dipublikasikan di harian Serambi
Indonesia, Kutaradja, Waspada, Haba Rakyat, Majalah Fakta, Santunan Jadid,
Seumangat BRR, Al-Huda, Khazanah, Meutuah Diklat, dan di beberapa website (blog)
internet seperti: http://hamdanimulya.blogspot.com.
Puisinya juga terkumpul bersama penyair
Aceh lainnya dalam antologi puisi Dalam Beku Waktu tahun
2002. Puisi Hamdani Mulya
yang berjudul “Rindu dalam Damai di Bawah Payung Cinta” menjadi puisi favorit
bagi juri dalam acara lomba menulis puisi “Damai dalam Sastra” yang
diselenggarakan oleh Unit Kegiatan
Mahasiswa Unsyiah dan menjadi puisi kategori puisi terbaik
juara I tahun 2003.
Pak Hamdani, panggilan akrab penulis kota
Belahan Sungai Lhokseumawe ini sejak tahun 2006 sampai sekarang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
bertugas sebagai guru Bahasa Indonesia di MAN kota Lhokseumawe. Mulai
tahun 2004 sampai tahun 2011 mengasuh mata kuliah yang sama di STAIN
Malikussaleh Lhokseumawe berstatus sebagai dosen luar biasa. Buah pikirannya
tentang sastra, bahasa, dan pendidikan juga menjadi bahan rujukan skripsi mahasiswa
STAIN.
Pada tahun 2005 Hamdani Mulya
diundang oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, untuk ikut serta dalam seminar nasional guru seluruh Indonesia di Bogor. Karena
cerpennya yang berjudul “Nahkoda Pelabuhan Air Mata” masuk dalam finalis lomba
mengarang cerpen tingkat nasional. Di ajang inilah ia berguru dan belajar
menulis puisi beberapa saat kepada sastrawan nasional terkemuka Taufiq Ismail
dan Sutardji Calzoum Bachri.
Hamdani Mulya juga telah membacakan beberapa puisi yang ditulisnya di
beberapa kota seperti Lhokseumawe, Sigli, Banda Aceh, dan Medan. Kumpulan
puisinya yang berjudul "Mengeja Alamat" (puisi berkisah tsunami
Aceh) dibacakan di Radio Multi Suara FM Lhokseumawe dan puisinya
"Syair Orang Sehat" dibacakan di Radio Republik Indonesia (RRI)
Lhokseumawe. Di samping menjadi guru dan dosen kadang-kadang juga menjadi juri
lomba menulis puisi dan cerpen tingkat siswa di Lhokseumawe. Hamdani adalah
penulis buku Cerdas Berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh
Unimal Press Lhokseumawe tahun 2011 dan penulis buku Bahasa Nenek Moyang (Indatu)
Orang Aceh tahun 2015.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) yang pernah diikutinya yaitu: Diklat
Penyiaran Radio Baiturrahman FM di Banda Aceh tahun 2002, Diklat Guru Bidang
Studi Bahasa Indonesia di Medan tahun 2006, Diklat Pra Jabatan PNS di Sigli
tahun 2006, dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di Lhokseumawe tahun
2007.
FOTO PENULIS DARI MASA KE MASA
Hamdani Kecil,
ketika duduk di bangku kelas 1
SD Negeri Paya
Bili, Kec. Meurah Mulia, Kab. Aceh Utara tahun 1987
Hamdani Remaja, ketika duduk di
bangku kelas 3
SMP Negeri Meurah Mulia, Kab. Aceh
Utara tahun 1995
Hamdani, S.Pd. Guru MAN Lhokseumawe tahun 2012
Hamdani, S.Pd. tahun 2016 |
Hamdani, S.Pd. tahun 2016 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.