Minggu, 14 Agustus 2016

Puisi Indonesia Karya Ali Hasjmy

Puisi Ali Hasjmy

 Menyesal
Karya Ali Hasjmy

Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi

Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta

Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma

Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju arah padang bakti

Prof. Ali Hasjmy

Biografi Ali Hasjmy
Profesor Ali Hasjmy (dibaca Ali Hasyimi) adalah seorang ulama yang sastrawan. Ali Hasjmy adalah penulis produktif, bapak bahasa dan sastra Asia Tenggara. Ali Hasjmy adalah putra terbaik bangsa Indonesia pada masa hidupnya. Sampai kini karyanya masih dibaca dan menjadi rujukan pembelajaran di sekolah-sekolah. Bukunya yang terkenal antara lain Semangat Merdeka terbitan Bulan Bintang, Jakarta.



Puisi

Ramadhan
Karya Hamdani Mulya

Serupa kapal
Ramadhan datang setahun sekali
Siapa yang naik, maka akan membawanya
Ke dermaga takwa

Penumpangnya adalah
hamba-hamba-Nya yang shaleh
Tiketnya menahan hawa nafsu dan amarah
Siapa saja yang tidak menumpang
Kapal Ramadhan akan pergi
Maka rugilah hamba ini
yang tidak mau menumpangnya
Karena kapal ini hanya berlayar setahun sekali

Jika tidak dirimu naik ke kapal ini
Maka dirimu akan berenang ke muara tepian dosa
Dirimu akan terhanyut dibawa gelombang sengsara
Jika tak sanggup berenang, karena dirimu tak latihan
Maka tenggelamlah dirimu ke jurang neraka

Ayo naiklah kapal Ramadhan untuk berlabuh
ke dermaga ampunan Allah Yang Maha Penyayang
lalu ditempatkan di taman Surga

Aceh Utara, 26 Juli 2016


Ibuku yang Anggun Cut Nyak Dhien        
Karya Hamdani Mulya

Rinduku pada ibu
Laksana gerahku mata air
Mengumbar selaksa cinta
Yang aku tanam lewat
Curahan kasihmu di igauwanku
Betapa aku telah jadi
bara kagum padamu ibu
Dalam detak jantung adalah
doa untukmu
Biarkan cinta yang anggun
berpayung sutra
dan cinta pun berlabuh
di tanah airku

Dengan Rahmat Allah 
Tanah airku merdeka

Aku anakmu yang selalu bersenandung
Merdeka di setiap jengkal tanahmu
Ibuku yang anggun “Cut Nyak Dhien”
Aku merindukanmu di hamparan
Ali Hasyimi, Telah berbuah budi
cinta yang engkau taburi
Di negeri ini cinta telah berbuah budi
Api terpadam air
Di sini aku rindu ibuku “Cut Nyak Dhien”

Aceh Utara,  26 Juni 2016


Wanita Bermata Rencong
Karya Hamdani Mulya

Wanita bermata rencong
Laksamana Malahayati
Adalah perempuan perkasa
Dari negeri Blang Padang
Berselempang pedang
Bersemangat baja

Wanita bermata rencong
Laksamana Malahayati
Adalah perempuan gagah
Dari Serambi Mekkah
Berpeluh memeluk senjata

Belanda kalang kabut
Penjajah lari takut

Laksamana Malahayati
Indonesia ini negerimu
Kini bersulam bahagia
Merah putih berkibar-kibar
Indah warnanya

Sumbok Rayeuk, Aceh Utara, 26 Juni 2016

Hamdani Mulya
Biografi Hamdani Mulya
Hamdani, S.Pd. dengan nama pena Hamdani Mulya. Lahir di desa Paya Bili, Kec. Meurah Mulia, Kab. Aceh Utara pada 10 Mai 1979 dari pasangan Tgk. Ibrahim Pmtoh dan Ummi Manauwiah. Alumni Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, FKIP, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Menulis puisi dan artikel pendidikan di beberapa majalah dan surat kabar. Karya Hamdani Mulya dipublikasikan di harian Serambi Indonesia, Kutaradja, Waspada, Haba Rakyat, Majalah Fakta, Santunan Jadid, Warta Unsyiah, Seumangat BRR, Meutuwah Diklat, Khazanah, Jurnal Al-Huda, dan di beberapa website (blog) internet seperti: http://hamdanimulya.blogspot.com.
Puisinya juga terkumpul bersama penyair Aceh lainnya dalam antologi puisi Dalam Beku Waktu tahun 2002. Puisi Hamdani Mulya yang berjudul “Rindu dalam Damai di Bawah Payung Cinta” menjadi puisi favorit bagi juri dalam acara lomba menulis puisi “Damai dalam Sastra” yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Mahasiswa Unsyiah dan menjadi puisi kategori puisi terbaik juara I tahun 2003.
Pada tahun 2008 Pak Hamdani, panggilan akrab penulis kota Belahan Sungai Lhokseumawe ini menjadi wartawan tetap surat kabar mingguan Haba Rakyat. Sejak tahun 2006 sampai sekarang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan bertugas sebagai guru Bahasa Indonesia di MAN kota Lhokseumawe. Kadang-kadang mengasuh mata kuliah yang sama di STAIN Malikussaleh berstatus sebagai dosen luar biasa dari tahun 2005 sampai tahun 2011.
Buah pikirannya tentang sastra, bahasa, dan pendidikan juga menjadi bahan rujukan skripsi mahasiswa STAIN. Pada tahun 2005 Hamdani Mulya diundang oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas. Untuk ikut serta dalam seminar nasional guru seluruh Indonesia di Bogor. Karena cerpennya yang berjudul “Nahkoda Pelabuhan Air Mata” masuk dalam finalis lomba mengarang cerpen tingkat nasional. Di ajang inilah ia berguru dan belajar menulis puisi beberapa saat kepada sastrawan nasional terkemuka Taufiq Ismail dan Sutardji Calzoum Bachri.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) lain yang pernah diikutinya yaitu: Diklat Penyiaran Radio Baiturrahman FM di Banda Aceh tahun 2002, Diklat Guru Bidang Studi Bahasa Indonesia di Medan tahun 2006, Diklat Pra Jabatan PNS di Sigli tahun 2006, dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di Lhokseumawe tahun 2007.
Hamdani juga telah membacakan beberapa puisi yang ditulisnya di beberapa kota seperti Lhokseumawe, Sigli, Banda Aceh, dan Medan. Kumpulan puisinya yang berjudul “Mengeja Alamat” dibacakan di radio Multi Suara FM Lhokseumawe dan puisinya “Syair Orang Sehat” dibacakan di Radio Republik Indonesia Lhokseumawe. Di samping menjadi guru dan dosen kadang-kadang juga menjadi juri lomba menulis puisi dan cerpen tingkat siswa di Lhokseumawe. Hamdani adalah penulis buku Cerdas  Berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Unimal Press Lhokseumawe tahun 2011.



Puisi

 Rawatlah Hutan Kita
Karya Keisha Elsria Mulya

Hutan adalah paru-paru dunia
Rawatlah hutan kita, Ayo kita jaga bersama
Hutan adalah warisan bagi anak cucu kita
Di negeri merah putih tercinta

Janganlah pohon kau tumbangkan
Lalu kebakaran merusak hutan kita
Asap membumbung, polusi meraung
Luka menganga, rusak paru-paru manusia


Semai Benih Pohon
Karya Keisha Elsria Mulya

Mari kita semai benih pohon itu
Pohon yang kita rindu 
mekar di taman bangsa
Mari kita tanam pohon lagi
Pohon jati dan cemara
Juga bunga mekar seperti melati
Juga bunga bangsa

Aceh Utara, 25 Juni 2016

Keisha Elsria Mulya

Biografi Keisha Elsria Mulya
Keisha Elsria Mulya lahir pada tanggal 18 Oktober 2008 di Aceh Utara. Siswa kelas III MIN Sumbok, Kec. Nibong, Aceh Utara ini gemar ikut lomba mewarnai dan pernah meraih juara 1 lomba membaca doa sehari-hari pada kegiatan Ramadhan pada  tahun 2016. Di kelas sering mendapat peringkat 1 dan 5 besar. Keisha panggilan akrab siswa ini suka belajar menulis puisi bersama ayahnya Hamdani Mulya dan gemar menghafal dan membaca.




Jumat, 12 Agustus 2016

Tsunami dan Perdamaian dalam Rekaman Puisi

TSUNAMI DAN PERDAMAIAN
DALAM REKAMAN PUISI

Oleh Hamdani, S.Pd.
Guru MAN Lhokseumawe


1. Tsunami dalam Rekaman Puisi
“Tsunami Begitu Elok Namamu“, demikianlah sebuah puisi yang berjudul begitu apik, namun tak seelok namanya, amuk tsunami mengerikan. Sebuah puisi yang ditulis oleh Damiri Mahmud bercerita tentang tsunami yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 yang terkumpul dalam antologi puisi Lagu Kelu, diterbitkan oleh Aliansi Sastrawan Aceh (ASA) tahun 2005. Puisi selain bagian dari genre (jenis) sastra ternyata juga menjadi rekaman dokumenter sejarah peradaban manusia. Penyair mencatat dan menuangkan berbagai tragedi yang memalukan dan memilukan dalam puisinya. Lalu, puisi jadilah barang antik dan klasik yang menjadi bahan referensi bagi para penulis dan penikmat sejarah dalam sastra.
Selain Damiri Mahmud adalah Herman RN penyair asal Aceh Selatan yang mencatat tsunami lewat puisi yang berjudul “Laut berzikir” (Harian Aceh dan blog Gemasastrin, 2009). Dengan puisi tersebut Herman berpesan bahwa tsunami merupakan suatu teguran buat manusia, berarti Allah masih sangat menyayangi hamba-Nya. Bagi yang masih hidup, tentunya dapat mengambil pelajaran dari bencana dunia tersebut sehingga lahirnya perdamaian di tanah Aceh. Lain dari itu, Arafat Nur  penyair dan novelis yang berdomisili di Lhokseumawe ini, merekam tsunami lewat puisi yang bertajuk “Perahu Nuh Itu Masih Ada“ (Lagu Kelu, 2009).
Masih dalam ikon sastra nasional, penyair sekaligus pendiri komonitas Aliansi Sastrawan Aceh (ASA) Doel Cp Allisah menuangkan tragedi kemanusiaan yang menggugah hati nurani dunia ini lewat puisi berjudul “Ingatan” (puisi lomba Porseni Depag 2006 di Banda Aceh dan dalam Lagu Kelu) yang khusus didedikasikan kepada korban tsunami Aceh. Kisah tsunami dipaparkan Doel Cp lewat larik-larik berikut: Apa yang tersisa dari semua kenangan tentang kalian/ selain air mata dan doa kami yang tak putus-putus ?  
Demikian pun, penyair dari belahan sungai Lhokseumawe Hamdani Mulya menyampaikan rasa simpati dan keprihatinan kepada korban tsunami lewat puisi yang berjudul “Mengeja Alamat 1“. Seperti terbaca jelas pada baris-baris berikut: Dian telah padam pada nyanyian burung-burung/ terhanyut tsunami/ ribuan nyawa melayang sepanjang laut dan sungai “krueng” Aceh… kami kehilangan…. Puisi “Mengeja Alamat 1” telah dibacakan di Radio Citra Multi Suara Lhokseumawe, tahun 2005. Lain daripada itu, Hamdani Mulya merekam tsunami dengan puisi “Sajak Secangkir Air Mata” (ASA, 2009) yang ditulis di pendakian gunung Seulawah Aceh, pada Desember 2005. Terukir pada larik-larik berikut: Secangkir air mata/ Kutuang dalam gelas kaca warna perak/ tak sebanding denganmu/ kan tinngalkan satu kenangan dalam rimba luka. Masih banyak puisi lainnya yang tulis oleh Hamdani Mulya yang berkisah tentang tsunami seperti puisi yang berupa suara keprihatinan penyair yang terkumpul dalam Lagu kelu.

2. Perdamaian dalam Rekaman Puisi
Selain tsunami yang tak seelok namanya. Para penyair juga berteriak tentang damai lewat puisi dan igauan-igauan mimpi semalam. Lalu puisi menjadi mata air, embun pagi, penyejuk bagi yang kegerahan akan “damai bersulam bahagia, kita semua rindu, rindu kasih rindu damai” demikian tentang damai yang terkoyak Hamdani Mulya menulis lewat puisi “Rindu dalam Damai di Bawah Payung Cinta“ (Wajah Aceh dalam Puisi: 2013),  “Adakah Kedamaian ?” (Waspada, 2001), dan “Keluh Kesah“ (Dalam Beku Waktu: 2002). Selain itu, Rosni Idham penyair asal Aceh Barat merindukan damai lewat ukiran manisnya “Doa Anak Bangsa“ (majalah Tingkap, 2001) terukir indah dengan bahasa yang menggugah perasaan pada larik-larik bait terakhir berikut: Tuhan rindu kami/ pada sejuk semilir yang pernah engkau alir/ Pada bening damai yang pernah engkau semai/ Pada sinar kasih sayang dalam alunan irama tembang/ Pada canda cinta sesama.  
Pada bagian akhir tulisan ini sebuah puisi yang sangat indah. Goresan apik Nurdin F. Joes saya kutip dari antologi Podium karya M. Gade atau dengan nama pena Ade Ibrahim. Kumpulan puisi ini diberikan oleh penyair secara tidak sengaja kepada saya. Dalam sebuah acara diklat guru Bahasa Indonesia di Medan pada Maret 2009. Antologi foto kopi puisi Podium ternyata sangat berguna bagi saya sebagai referensi tulisan ini. Berikut adalah puisi Nurdin F. Joes berbicara tentang damai yang tertera pada sampul antologi Podium. “Rindu adalah tapak-tapak penyair. Melintasi padang yang tak terbatas. Melewati jutaan malam kelam tanpa peta dan alamat serta, menapaki segala peperangan, persengketaan lewat pertempuran-pertempuran. Para penyair, berangkatlah dengan rindu, cinta adalah peperangan: cinta adalah perdamaian.”
Demikianlah ulasan singkat ini kiranya bermanfaat bagi pecinta dan penikmat sastra. Berhubung terbatasnya referensi dalam menulis tulisan ini, maka saya berharap semoga akan lahir seribu pujangga lainnya untuk mencatat sejarah dan perdamain dalam bingkai puisi. Untuk pengembangan sastra dalam kancah sastra tanah air. Saya berharap nantinya akan muncul genre (jenis) esai maupun puisi katagori sastra sejarah atau puisi sejarah dan bukan sejarah sastra yang hanya membicarakan sejarah perkembangan sastra tanah air saja. Melainkan sastra yang mencatat sejarah-sejarah.
Artinya dalam sastra sejarah adalah sastra yang berkisah tentang sejarah nasional, sejarah daerah, dan sejarah dunia. Sastra model ini akan membantu para siswa dan mahasiswa dalam proses pembelajaran sejarah. Misalnya sastra sejarah yang ditulis oleh Taufiq Ismail dalam antologi puisi Tirani dan Benteng bercerita tentang sejarah Orde Baru. Atau seperti Lagu Kelu yang sebagian besar puisi yang terkumpul di dalamnya bertema Tsunami. Itulah yang saya maksud sebagai sastra sejarah. Selamat berkarya. Semoga harapan berubah menjadi kenyataan. Jangan hanya pintar bicara dan “menyanyi “ saja, tetapi juga harus pintar membaca dan menulis.
Saya akhiri tulisan ini dengan puisi Taufiq Ismail yang telah mencatat sejarah lewat puisi. Puisi yang berjudul “Dengan Puisi Aku“. Kiranya  menjadi inspirasi bagi semua orang bahwa betapa puisi telah menjadi saksi sejarah hidup kita. “Dengan puisi aku bernyanyi/ sampai senja umurku nanti/ dengan puisi aku bercinta berbatas cakrawala/ dengan puisi aku mengenang keabadian yang akan datang/ dengan puisi aku menangis jarum waktu bila kejam mengiris….” (Dipublikasikan di majalah Warta Unsyiah edisi Januari 2016).
         


Syair Orang Sehat Terinspirasi dari Puisi Ali Hasjmy

Syair Orang Sehat yang saya tulis berikut terinspirasi dan dipengaruhi oleh puisi berjudul Puisi Penghuni Rumah Sakit (Puisi Orang Sakit) karya Profesor Ali Hasjmy (dibaca Ali Hasyimi). Karya seorang ulama yang sastrawan. Ali Hasjmy adalah penulis produktif, bapak bahasa dan sastra Asia Tenggara. Ali Hasjmy adalah putra terbaik bangsa Indonesia pada masa hidupnya. Sampai kini karyanya masih dibaca dan menjadi rujukan pembelajaran di sekolah-sekolah. Bukunya yang terkenal antara lain Semangat Merdeka terbitan Bulan Bintang, Jakarta.

SYAIR ORANG SEHAT
Karya Hamdani Mulya

(Kepada Ali Hasjmy)

Ali Hasjmy melantunkan
Syair selagi sakit
Maka aku tuliskan syairku           
di waktu sehat

Pergunakanlah sehatmu
sebelum datang sakitmu
untuk menimba ilmu
mencari nafkah anak istri
Bersedekah lagi semasih ada

Jika sehat masih ada
carilah ilmu sebanyak-banyaknya
rajin ibadah kepada Allah
pagi dan petang baca Al-Qur’an

Sehat itu rahmat Allah
nilainya besar untuk hamba-Nya
bersyukurlah kepada Allah
beribu-ribu rahmat untuk hamba-Nya

Ini syair orang sehat
sebagai pengingat isi nasehat
ingatlah Allah setiap saat
rajinlah shalat yang  lima waktu

Jika sakit sudah datang
waktu sempit tiada lapang
hanya tinggal menunggu ajal
beruntunglah orang-orang
yang banyak amal kebajikan

Wahai kawan yang aku sayang
waktu sehat persiapkan bekal
carilah banyak amal shaleh
pergi ke dayah atau madrasah

Badan masih sehat, kuat berjalan
ke masjid Allah kamu tujuan
badan yang segar, tubuh yang bugar
pergilah berjalan ke arah benar
kuat tubuh juga kuat iman

Ini syair orang sehat
sebagai obat pengingat insan
manusia ciptaan Tuhan
takwalah dirimu dan tawakal

Allah Yang Maha Pengasih
Lagi Maha Penyayang
Maha menerima taubat hamba-Nya
Jika kamu banyak dosa
Mohon ampunlah kepada Allah

Ini syair orang sehat
Pemberi semangat bagi pejuang
Bagi muridku yang sedang belajar
rajinlah baca buku dan latihan
Ilmu yang bermanfaat terus dikejar
untuk bahagia dunia akhirat

Yang paling penting ilmu agama Islam
sebab dunia hanya tempat singgahan
Ilmu tauhid sangat perlu
Ilmu akidah wajib dituntut

Wahai muridku yang kusayang
Rajin belajar raih cita-cita
Jadi orang yang berguna
Baik akhlak sopan bertutur
Haji yang mabrur tunailah
ke Tanah Suci

Ini syair orang sehat
Yang kutulis sebagai pengingat
Sebelum datang waktu sakit
Ilmu sedikit aku sumbangkan
Ini nasehat yang aku ukir
Dalam bait syair, puisi namanya

Puisi lama, puisi modern
Aku gabung dalam bahasa
Namanya syair atau puisi
Isinya penting diambil makna

Jika isinya kurang berkenan
Perbaikilah hai kaum muda
Negeri ini di tanganmu
Sayangilah akan rakyatmu

Wahai pemuda yang sehat
Sayangilah rakyat yang miskin papa
Berilah mereka makanan bergizi
Bangun rumah sakit di pelosok desa

Wahai pemuda yang sehat
Marilah membangun bangsa
Negeri yang maju di tanganmu
jangan sia-siakan jasa ulama
Ulama itu warisnya Nabi
Pemberi nasehat untuk rakyatnya

Ini syair orang sehat
Sebagai obat penyejuk jiwa
Untuk anaku kutujukan
Rajin belajar hai pemuda

Carilah ilmu dunia akhirat
Sebagai bekal hidupmu kelak
Jadilah generasi cerdas
Jangan lemah dalam berjuang

Ini syair orang sehat
Untuk nasehat bagi manusia
Jika engkau punya harta
Sumbanglah ke jalan agama

Bangun masjid dan madrasah
Jembatan patah bangun kembali
Berjuang Fisabilillah
Allah balas dengan pahala
Hari kiamat Allah gantikan
Dengan kenderaan  masuk surga

Bulan ramadhan rajin puasa
Sembelih kurban di hari raya haji
Bagi pegawai negeri yang punya gaji
bagi-bagilah ke anak yatim
Yang piatu pun disayang
Uang disumbang untuk fakir miskin

Jika yang wajib sudah ditunaikan
Sunat pun dilaksanakan
Untuk bagus baca Al-Qur’an
Belajar tajwid wahai Cut Intan
Hadis Nabi pun diamalkan
Jadi ajaran dan panutan

Jika selesai engkau mengaji
Berjalanlah mencari karunia Tuhan
Rajin bekerja berikhtiar
Bagilah waktu secara tertib

Datang maghrib shalat-lah engkau
Bahagia di akhirat dengan ilmu
Bahagia di dunia pun perlu ilmu
Sungguh beruntung yang demikian

Ini syair orang sehat
Sebelum sekarat carilah ilmu
Waktu muda jangan lalai
Jika kau mau tidak menyesal

Pergilah engkau ke madrasah
Malam hari ke mushalla

Lhokseumawe, 23 April 2013



SYAIR ORANG MUDA
Karya Hamdani Mulya

Pemuda kau adalah harapan bangsa
pemuda negeri ini adalah
Warisan pahlawanmu
Pemuda paculah semangat
demi agama Islam, nusa dan bangsa
Pemuda engkau harus cerdas
Bersaing demi kemajuan bangsa

Pemuda ! Tanah air ini ada di tanganmu
janganlah engkau lemah dan cengeng
karena masih ada harapan
untuk meraih masa depan

Pemuda ! Jadilah cendekiawan
Engkau adalah cerdik pandai
Yang punya ilmu dan iman

Pemuda kami adalah generasi tua
Yang hanya menitipkan pesan-pesan:
“Menulis dengan iman,
Menulis untuk membesarkan Islam”

Pemuda belajarlah kepada
Seorang guru terpercaya
guru yang cerdas ilmu
dan cerdas imannya

Inilah guru kita, guru bangsa:
di Jawa Barat Abuya Yahya Cirebon
itulah panggilan disapa namanya
di Aceh ulama muda Teuku Zulkhairi
Pemuda yang cerdas imannya

Pemuda teruslah melanjutkan
Perjuangan para pahlawan
Jangan engkau lalai dengan
Kilauan emas permata
Lalu engkau lupa akan tugasmu

Pemuda janganlah engkau
berpangku tangan
masih banyak jembatan putus
dan anak-anak tidak dapat
ikut Ujian Nasional
Taukah engkau pemuda ?
bahwa di sini masih
banyak perut petani yang lapar
pemuda berilah makan
anak-anak negeri yang  kering kerontang

Pemuda ! Mampukah engkau melanjutkan
perjuangan nenek moyang kita
mudah-mudahan engkau pemuda
mewarisi jiwa Teuku Umar
dan Teungku Chiek Di Tiro
Rela tubuh berpeluh
dan berlinang air mata
Demi anak cucunya

Pemuda ! Kami titipkan salam
dan nasehat perjuangan padamu
Kami tulis syair ini kala kami
mengajar siswa di madrasah
Sebagai pengingat generasi
Yang ingin negerinya termahsyur

Lhokseumawe, 23 April 2013




Menyesal
Puisi karya Ali Hasjmy
Prof Ali Hasjmy











Pagiku hilang sudah melayang,

Hari mudaku sudah pergi

Kini petang datang membayang

Batang usiaku sudah tinggi



Aku lalai di hari pagi

Beta lengah di masa muda

Kini hidup meracun hati

Miskin ilmu, miskin harta



Ah, apa guna kusesalkan

Menyesal tua tiada berguna

Hanya menambah luka sukma



Kepada yang muda kuharapkan

Atur barisan di hari pagi

Menuju arah padang bakti.




Kamis, 11 Agustus 2016

Hamdani Mulya Baca Puisi di RRI Lhokseumawe dan Radio Haji Uma

Acara Baca Puisi di Radio
Hamdani, S.Pd. (Hamdani Mulya) Baca Puisi di RRI Lhokseumawe

Hamdani Mulya Bersama Direktur RRI Lhokseumawe


Acara Siaran Langsung Seputar Siaran Ekstrakurikuler dan Sastra di RRI Lhokseumawe Tahun 2016

H. SUDIRMAN (HAJI UMA) BERSAMA SAHABAT KARIB HAMDANI MULYA BERTEMU SILATURRAHMI

H. Sudirman anggota DPD RI adalah salah seorang wakil rakyat yang sangat peduli terhadap keadaan masyarakat. Sosok yang menjadi inspirasi bagi semua orang. Pemeran utama serial komedi Eumpang Breuh ini sangat akrab dengan masyarakat. Kenangan indah bersama Haji Uma waktu saya baca puisi di Radio Citra Multi Suara, Kandang, Lhokseumawe pada tahun 2005 masih terukir di jiwa saya. Ketika itu saya diundang oleh Haji Uma membaca puisi dan main cagok di acara gulee rampoe sebuah ajang siaran berbahasa Aceh di radio tersebut. Kala itu beliau sekaligus sebagai direktur radio Citra Multi Suara juga pernah mewawancarai saya tentang sastra Aceh. Itu menjadi pengalaman menarik bagi saya. Setelah pada sekitar tahun 2002 saya mendapat pendidikan penyiar di Radio Baiturrahman Banda Aceh, waktu itu pemateri dan pembimbing saya adalah penyiar senior Yusbi Yusuf penyanyi lagu Aceh, aneuk lon sayang. Berbekal pengalaman dari sahabat-sahabat akhirnya sampai diundang ke Radio Republik Indonesia di Lhokseumawe untuk baca puisi dan wawancara seputar masalah sastra. Catatan harian: 10-8-2016, Alue Awee, Lhokseumawe.

Hamdani Mulya Bersama Haji Uma

Haji Uma Berbagi Pengalaman Siaran Radio Bersama Hamdani Mulya

Hamdani Mulya Bersama Haji Uma

H. SUDIRMAN (HAJI UMA) BERSAMA SAHABAT KARIB BERTEMU SILATURRAHMI

H. Sudirman anggota DPD RI adalah salah seorang wakil rakyat yang sangat peduli terhadap keadaan masyarakat. Sosok yang menjadi inspirasi bagi semua orang. Pemeran utama serial komedi Eumpang Breuh ini sangat akrab dengan masyarakat. Kenangan indah bersama Haji Uma waktu saya baca puisi di Radio Citra Multi Suara, Kandang, Lhokseumawe pada tahun 2005 masih terukir di jiwa saya. Ketika itu saya diundang oleh Haji Uma membaca puisi dan main cagok di acara gulee rampoe sebuah ajang siaran berbahasa Aceh di radio tersebut. Kala itu beliau sekaligus sebagai direktur radio Citra Multi Suara juga pernah mewawancarai saya tentang sastra Aceh. Itu menjadi pengalaman menarik bagi saya. Setelah pada sekitar tahun 2002 saya mendapat pendidikan penyiar di Radio Baiturrahman Banda Aceh, waktu itu pemateri dan pembimbing saya adalah penyiar senior Yusbi Yusuf penyanyi lagu Aceh, aneuk lon sayang. Berbekal pengalaman dari sahabat-sahabat akhirnya sampai diundang ke Radio Republik Indonesia di Lhokseumawe untuk baca puisi dan wawancara seputar masalah sastra. Catatan harian: 10-8-2016, Alue Awee, Lhokseumawe.



Lomba Bercerita di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Aceh Utara

Dokumentasi Berbagai Suasana pada Acara Lomba Bercerita
di Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2016
Hamdani, S.Pd. (Hamdani Mulya) Juri Lomba Bercerita

Hamdani, S.Pd. Bersama Para Peserta Lomba Bercerita


Hamdani, S.Pd. Bersama Kepala Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Aceh Utara


Penyerahan buku Bahasa Nenek Moyang Orang Aceh karya Hamdani, S.Pd. kepada Kepala Kantor
Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Aceh Utara sebagai referensi untuk menambah khazanah buku tentang Aceh