Cerpen
TEUNGKU PANG HUSEN PAHLAWAN
MUDA BELIA DARI RIMBA PASAI
MUDA BELIA DARI RIMBA PASAI
Oleh Hamdani Mulya
Gambar ilustrasi: Teungku Pang Husen (1858-1894) |
Teungku Pang Husen adalah pahlawan
dari Aceh atau yang lebih dikenal
dengan sebutan Tanah Rencong. Ia lahir tahun 1858. Teungku Pang Husen
merupakan salah satu dari sekian banyak keluarga pejuang yang pernah dimiliki
Aceh, yang juga terkenal dengan julukan Serambi Mekkah. Sejak kecil Teungku Pang Husen dididik ilmu
agama oleh banyak ulama. Bahkan ayahnya sendiri adalah salah satu dari sekian
banyak guru agama yang pernah mengajarnya.
Teungku Pang Husen tumbuh sebagai
seorang pemuda gagah yang tampan
rupawan. Saat itu tanah Aceh sedang berada dalam bahaya. Para pejuang Aceh
sekuat tenaga berusaha mengusir penjajah Belanda. Teungku Pang Husen terpanggil untuk
berjuang di medan laga bersama sahabat-sahabatnya.
“Kita harus berjuang mengusir penjajah!,” demikian tekad Teungku Pang Husen. Sejak itulah
mereka keluar masuk hutan untuk bertempur dan melawan Belanda. Perlakuan Belanda
yang semena-mena dengan berbagai pemaksaan dan penyiksaan akhirnya menimbulkan
perlawanan dari rakyat.
Angin berhembus membelai wajah-wajah lelah di tepi pantai
Samudra Pasai, Aceh. Pasukan Laskar Tanah Rencong masih menggempur pusat-pusat pertahanan
armada kapal Marechausée Belanda
yang akan berlabuh mendarat di pantai Pasai. Perang terus berkecamuk atas
geladak kapal perang Belanda. Terlihat beberapa prajurit bertopi khas Aceh
berlari menghampiri Teungku Pang Husen.
“Teungku Pang Husen!, armada tentara kafir Belanda hampir
mendekati pelabuhan Pasai. Apa tindakan kita selanjutnya?,” salah seorang
pasukan yang setia membela tanah Aceh tercinta melaporkan kepada Teungku Pang
Husen bahwa Belanda hampir mendarat untuk menjajah tanah Aceh.
“Siapkan pasukan,”
kata Teungku Pang Husen.
“Kita pantang mundur walaupun tubuh berkalang tanah, siapapun
yang gugur berjuang melawan penjajah Belanda adalah mati syahid,” seru Teungku Pang
Husen memberikan semangat jihad membela agama Islam dan tanah leluhurnya Aceh
yang berjuluk Serambi Mekkah.
Pang Husen adalah sosok pahlawan yang gagah berani dari tanah
Aceh telah mempertaruhkan jiwa raganya demi negara tercinta. Pang
Husen seorang pejuang Aceh yang gagah
berani berperang mengusir penjajah Belanda dari tanah Aceh dan Indonesia. Pang Husen Husen bersama pasukannya terus
bertahan walaupun perang yang tak seimbang. Pasukan Aceh yang bersenjata pedang
dan rencong semangatnya terus berkobar melawan Belanda yang bersenjata bedil
dan meriam. Namun semangat juang pasukan Aceh tetap berkobar tidak pernah padam
untuk melindungi tanah Aceh dari serangan penjajah Marechausée Belanda. Pasukan Teungku Pang Husen terus
berjuang dengan bergerilya masuk hutan, keluar hutan. Tidak pernah surut
walaupun sejengkal tanah. Setiap saat terus menggempur menyerang pasukan
patroli-patroli Belanda. Akhirnya pasukan Belanda pun merasa kualahan.
Bersama pasukannya, Teungku Pang Husen terus berjuang dengan lebih dahsyat. “Jangan
biarkan Belanda lolos dari sergapan kita!” Kata pejuang muda belia itu
dengan bersemangat. Mereka semakin gencar menyergap patroli-patroli Belanda.
Sudah banyak korban dari pihak pasukan Belanda yang tewas di tangan Teungku Pang Husen dan pasukannya. Menghadapi keadaan itu,
pasukan Belanda semakin takut terhadap pahlawan muda belia dari Tanah Rencong itu.
Namun, pada
sebuah pertempuran, banyak pasukan Teungku Pang Husen
yang gugur di medan perang. Teungku Pang Husen dengan 45
pasukan yang tersisa berhasil meloloskan diri. “Kita lanjutkan perang dengan
cara bergerilya,” perintah Teungku Pang
Husen kepada pasukannya. Bersama pasukannya yang hanya memiliki 13 pucuk
senjata, Teungku Pang Husen
melanjutkan perang secara bergerilya.
Sudah banyak
kerugian pemerintahan Belanda baik berupa pasukan yang tewas maupun materi
diakibatkan perlawanan pasukan Teungku
Pang Husen. Oleh karena itu,
pihak Belanda selalu berusaha
membujuknya agar menyerahkan diri. Namun Teungku Pang Husen tidak pernah tunduk terhadap bujukan yang
terkesan memaksa tersebut.
Kekuatan yang
tidak seimbang antara pasukan Belanda dan pasukan Teungku Pang Husen membuat banyak kerabat
dan teman dekat Teungku Pang Husen
mulai merasa cemas. Pihak Belanda
terus mendesak mengusulkan agar ia menyerah dan meminta pengampunan kepada Belanda. Namun usulan itu
ditolak mentah-mentah oleh Teungku
Pang Husen. “Tidak!” jawabnya tegas,” Aku akan berjuang sampai titik
darah penghabisan!”. Sejak pertama kali mengenal kata berjuang, Teungku Pang Husen telah menanamkan tekad “Takkan surut kaki melangkah hingga
badan berkalang tanah”. Teungku Pang
Husen tidak sedikitpun mengendurkan nyalinya dalam berjuang. Pada suatu
hari tempat persembunyian Tengku
Pang Husen tercium oleh Belanda. Belanda langsung mengerahkan pasukannya
menyerbu tempat persembunyian itu. “Sekarang kau dan pasukanmu telah dikepung!
Cepatlah menyerah!” teriak komandan pasukan Belanda. Namun, Teungku Pang Husen tetap menolak untuk
takluk.
Pada suatu
pertempuran dengan Korps Marechausée Belanda di rimba Pasai,
Teungku Pang Husen dan para pasukannya melarikan diri ke dalam
hutan. Teungku Pang Husen kemudian bangkit
dan terus melakukan perlawanan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan
merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju pedalaman rimba Pasai melewati hutan
belantara. Namun pada suatu hari
tahun 1894, Teungku Pang Husen bersama
pasukannya bentrok dengan Marechausée Belanda di Desa Paya Bili.
Dengan hanya bersenjata sebilah rencong dan pedang, ia maju paling depan untuk
memimpin pasukannya. Dengan semangat
membara Teungku Pang Husen menyerang, menebas dan menerjang lawan tanpa rasa
gentar. Banyak pasukan Belanda yang tewas. Di tengah pertempuran, sebutir
peluru menembus tubuh Teungku Pang
Husen. Darah mengucur deras. Akhirnya, Teungku Pang Husen gugur di medan pertempuran sebagai pejuang dari
tanah rencong. Dalam pertempuran itu Teungku Pang Husen gugur syahid pada usia 36 tahun dan belum
sempat menikah.
Teungku Pang Husen dengan gagah
berani membuktikan kecintaannya kepada nusa dan bangsanya. Ia membela dan
memperjuangkan kedaulatan bangsa sampai titik darah penghabisan. Itulah yang
dilakukan Teungku Pang Husen.
Atas jasa-jasa yang tak ternilai harganya, sudah sepantasnya ia pun dijuluki sebagai pahlawan dari tanah Aceh.
Ia mati
syahid sebagai seorang pejuang. “Kobarkan terus perjuangan! Mati satu tumbuh
seribu!” Itulah kata terakhir Teungku
Pang Husen sebelum menghembuskan
nafas terakhir. Pang Husen bersama pasukannya gugur di medan
perang ketika melawan Belanda yang waktu itu menjajah tanah Aceh. Pang Husen
dengan tersisa sekitar 7 pasukan pantang mundur walau tubuh berkalang tanah
demi anak cucunya. Itulah sosok Pang Husen pahlawan sejati yang telah bertempur
sampai titik darah terakhir, syahid dan dikebumikan di salah satu makam pekuburan umum di Desa Paya Bili, Kecamatan Meurah Mulia, Kabupaten
Aceh Utara, Provinsi Aceh. Pang Husen pahlawan sejati dari tanah Aceh. Pang
Husen adalah pejuang tangguh yang
telah syahid saat bertempur mengusir Belanda dari tanah Aceh
Jika dipahami dan dimaknai dari
namanya, Pang Husen memiliki kemiripan dengan nama suami Cut Nyak Meutia yaitu
Pang Nanggroe sepeninggalan dari almarhum suami pertamanya Teungku Chik Di
Tunong. Ataukah nama “Pang” merupakan gelar atau pangkat yang disandang patriot
ini ? Pang Nanggroe dan Pang Husen jika disandingkan sepertinya tidak asing
bagi rakyat Aceh, dua-duanya sebagai pahlawan sejati.
Itulah sepenggal kisah leluhur kita
yang terukir dengan tinta emas
dalam catatan sejarah. Untuk
menambah ragam sejarah yang dapat menginspirasi anak cucu kita. Betapa gagah
beraninya para nenek moyang kita berjuang dengan semangat membara demi Agama
Islam dan tanah air yang kita cintai. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa arwah Pang Husen sebagai
pahlawan bangsa dan menempatkan di surga-Nya. Amin.
Aceh Utara, 20 Mai 2017
Pesan Moral:
Janganlah cepat menyerah dalam perjuangan apa pun. Sepanjang masih ada
kesempatan gunakan untuk meraih hasil sebaik-baiknya. Semoga cita-cita dan
semangat juang Teungku Pang Husen dapat menjadi
contoh bagi generasi penerus
bangsa.
Riwayat Penulis:
Hamdani Mulya nama pena dari Hamdani, S.Pd. adalah pengamat sejarah Aceh dan guru Bahasa Indonesia MAN
Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.