Puisi Ali Hasjmy
Menyesal
Karya Ali Hasjmy
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta
Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju arah padang bakti
Wanita Bermata Rencong
Rawatlah Hutan Kita
Karya Keisha Elsria Mulya
Hutan adalah paru-paru dunia
Menyesal
Karya Ali Hasjmy
Pagiku hilang sudah melayang,
Hari mudaku sudah pergi
Kini petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Aku lalai di hari pagi
Beta lengah di masa muda
Kini hidup meracun hati
Miskin ilmu, miskin harta
Ah, apa guna kusesalkan
Menyesal tua tiada berguna
Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan
Atur barisan di hari pagi
Menuju arah padang bakti
Prof. Ali Hasjmy |
Biografi Ali Hasjmy
Profesor Ali Hasjmy (dibaca Ali Hasyimi) adalah seorang ulama yang sastrawan. Ali Hasjmy adalah penulis produktif, bapak bahasa dan sastra Asia Tenggara. Ali Hasjmy adalah putra terbaik bangsa Indonesia pada masa hidupnya. Sampai kini karyanya masih dibaca dan menjadi rujukan pembelajaran di sekolah-sekolah. Bukunya yang terkenal antara lain Semangat Merdeka terbitan Bulan Bintang, Jakarta.
Puisi
Ramadhan
Karya Hamdani Mulya
Serupa kapal
Ramadhan datang setahun sekali
Siapa yang naik, maka akan membawanya
Ke dermaga takwa
Penumpangnya adalah
hamba-hamba-Nya yang shaleh
Tiketnya menahan hawa nafsu dan amarah
Siapa saja yang tidak menumpang
Kapal Ramadhan akan pergi
Maka rugilah hamba ini
yang tidak mau menumpangnya
Karena kapal ini hanya berlayar setahun sekali
Jika tidak dirimu naik ke kapal ini
Maka dirimu akan berenang ke muara tepian dosa
Dirimu akan terhanyut dibawa gelombang sengsara
Jika tak sanggup berenang, karena dirimu tak
latihan
Maka tenggelamlah dirimu ke jurang neraka
Ayo naiklah kapal Ramadhan untuk berlabuh
ke dermaga ampunan Allah Yang Maha Penyayang
lalu ditempatkan di taman Surga
Aceh Utara, 26 Juli 2016
Ibuku yang Anggun Cut Nyak Dhien
Karya Hamdani Mulya
Rinduku pada ibu
Laksana gerahku mata air
Mengumbar selaksa cinta
Yang aku tanam lewat
Curahan kasihmu di igauwanku
Betapa aku telah jadi
bara kagum padamu ibu
Dalam detak jantung adalah
doa untukmu
Biarkan cinta yang anggun
berpayung sutra
dan cinta pun berlabuh
di tanah airku
Dengan Rahmat Allah
Tanah airku merdeka
Aku anakmu yang selalu bersenandung
Merdeka di setiap jengkal tanahmu
Ibuku yang anggun “Cut Nyak Dhien”
Aku merindukanmu di hamparan
Ali Hasyimi, Telah berbuah budi
cinta yang engkau taburi
Di negeri ini cinta telah berbuah budi
Api terpadam air
Di sini aku rindu ibuku “Cut Nyak Dhien”
Aceh Utara, 26
Juni 2016
Wanita Bermata Rencong
Karya Hamdani Mulya
Wanita bermata
rencong
Laksamana
Malahayati
Adalah perempuan
perkasa
Dari negeri Blang
Padang
Berselempang
pedang
Bersemangat baja
Wanita bermata
rencong
Laksamana
Malahayati
Adalah perempuan
gagah
Dari Serambi
Mekkah
Berpeluh memeluk
senjata
Belanda kalang
kabut
Penjajah lari
takut
Laksamana
Malahayati
Indonesia ini negerimu
Kini bersulam
bahagia
Merah putih berkibar-kibar
Indah warnanya
Sumbok Rayeuk, Aceh Utara, 26 Juni 2016
Hamdani Mulya |
Biografi Hamdani Mulya
Hamdani,
S.Pd. dengan nama pena Hamdani Mulya. Lahir di desa Paya Bili, Kec. Meurah
Mulia, Kab. Aceh Utara pada 10 Mai 1979 dari pasangan Tgk. Ibrahim Pmtoh dan
Ummi Manauwiah. Alumni Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, FKIP,
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah). Menulis puisi dan artikel pendidikan di beberapa majalah dan surat kabar.
Karya Hamdani Mulya dipublikasikan di harian Serambi Indonesia, Kutaradja, Waspada, Haba Rakyat, Majalah Fakta,
Santunan Jadid, Warta Unsyiah, Seumangat BRR, Meutuwah Diklat, Khazanah,
Jurnal Al-Huda, dan di beberapa website (blog) internet seperti:
http://hamdanimulya.blogspot.com.
Puisinya juga terkumpul bersama penyair Aceh
lainnya dalam antologi puisi Dalam
Beku Waktu tahun 2002. Puisi Hamdani Mulya yang berjudul “Rindu dalam Damai di Bawah Payung Cinta” menjadi puisi favorit bagi juri dalam
acara lomba menulis puisi “Damai dalam Sastra” yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan
Mahasiswa Unsyiah dan menjadi puisi kategori puisi terbaik juara I tahun 2003.
Pada tahun 2008 Pak Hamdani, panggilan akrab penulis kota Belahan Sungai Lhokseumawe ini menjadi
wartawan tetap surat kabar mingguan Haba
Rakyat. Sejak tahun 2006 sampai sekarang menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
dan bertugas sebagai guru Bahasa Indonesia di MAN kota Lhokseumawe.
Kadang-kadang mengasuh mata kuliah yang sama di STAIN Malikussaleh berstatus
sebagai dosen luar biasa dari tahun
2005 sampai tahun 2011.
Buah pikirannya tentang sastra, bahasa, dan
pendidikan juga menjadi bahan rujukan skripsi mahasiswa STAIN. Pada tahun 2005
Hamdani Mulya diundang oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah,
Depdiknas. Untuk ikut serta dalam seminar nasional guru
seluruh Indonesia di Bogor. Karena cerpennya yang berjudul “Nahkoda Pelabuhan
Air Mata” masuk dalam finalis lomba mengarang cerpen tingkat nasional. Di ajang
inilah ia berguru dan belajar menulis puisi beberapa saat kepada sastrawan
nasional terkemuka Taufiq Ismail dan Sutardji Calzoum Bachri.
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) lain yang pernah diikutinya yaitu: Diklat Penyiaran
Radio Baiturrahman FM di Banda Aceh tahun 2002, Diklat Guru Bidang Studi Bahasa
Indonesia di Medan tahun 2006, Diklat Pra Jabatan PNS di Sigli tahun 2006, dan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP) di Lhokseumawe tahun 2007.
Hamdani juga telah membacakan beberapa puisi yang
ditulisnya di beberapa kota seperti Lhokseumawe, Sigli, Banda Aceh, dan Medan. Kumpulan puisinya yang berjudul “Mengeja Alamat” dibacakan di radio
Multi Suara FM Lhokseumawe dan puisinya “Syair Orang Sehat” dibacakan di Radio
Republik Indonesia Lhokseumawe. Di samping menjadi guru dan dosen kadang-kadang
juga menjadi juri lomba menulis puisi dan cerpen tingkat siswa di Lhokseumawe. Hamdani
adalah penulis buku Cerdas Berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh
Unimal Press Lhokseumawe tahun 2011.
Puisi
Karya Keisha Elsria Mulya
Hutan adalah paru-paru dunia
Rawatlah hutan kita, Ayo kita jaga bersama
Hutan adalah warisan bagi anak cucu kita
Di negeri merah putih tercinta
Janganlah pohon kau tumbangkan
Lalu kebakaran merusak hutan kita
Asap membumbung, polusi meraung
Luka menganga, rusak paru-paru manusia
Semai Benih Pohon
Karya Keisha Elsria Mulya
Mari kita semai benih pohon itu
Pohon yang kita rindu
mekar di taman bangsa
mekar di taman bangsa
Mari kita tanam pohon lagi
Pohon jati dan cemara
Juga bunga mekar seperti melati
Juga bunga bangsa
Aceh Utara, 25 Juni 2016
Keisha Elsria Mulya |
Biografi Keisha Elsria Mulya
Keisha Elsria
Mulya lahir pada tanggal 18 Oktober 2008 di Aceh Utara. Siswa kelas III MIN
Sumbok, Kec. Nibong, Aceh Utara ini gemar ikut lomba mewarnai dan pernah meraih
juara 1 lomba membaca doa sehari-hari pada kegiatan Ramadhan pada tahun 2016. Di kelas sering mendapat
peringkat 1 dan 5 besar. Keisha panggilan akrab siswa ini suka belajar menulis
puisi bersama ayahnya Hamdani Mulya dan gemar menghafal dan membaca.