ABUYA DJAMALUDDIN
WALY
ULAMA ACEH YANG SASTRAWAN
Pada suatu hari
di pertengahan bulan Juni 2013. Ketua Pengurus Masjid Besar Islamic Centre
Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Tgk. H. Ramli Amin, S.Ag. memperkenalkan sebuah
buku kepada saya berjudul Panduan Zikir dan Doa Bersama. Setelah saya
amati dan saya teliti ternyata buku tersebut ditulis oleh seorang ulama yang
termasyhur dan saya kagumi yaitu Abuya Tgk. H. Djamaluddin Waly. Salah seorang
anak ulama tersohor di negeri ini almarhum Abuya Muhammad Muda Waly dari Labuhanhaji, Aceh Selatan. Pendiri dayah (pesantren) Darussalam yang bergelar Syaikhul
Islam Al-Kaamil Al-Mukammil Al-Arif Billah Abuya Muhammad Waly Al-Khalidy
(1917-1961 M).
Mengenai gelar
Abuya Muhammad Muda Waly ini saya dapatkan data pada lembaran bagian awal
pembuka buku. Di situ tertera foto Abuya Muhammad Muda Waly beserta nama
lengkap beliau dan di bawahnya tertulis nama-nama anak ulama yang akrab disapa
Abuya Muda Waly yang pernah memimpin dayah Darussalam. Antara lain adalah Abuya
Djamaluddin Waly penulis buku Panduan Zikir dan Doa Bersama yang terdiri atas 6 buku atau 6 jilid
ini.
Mengenai
julukan gelar Abuya Muda Waly juga dipaparkan oleh penulis buku pada halaman 39
buku keempat (4) dalam bentuk bahasa ragam sastra yang indah. Seperti yang tertulis
dalam beberapa bait syair berjudul “Sejarah Singkat Syekh Muda Waly” berikut
ini:
Rapat alim
ulama di Darussalam
Pada tahun 2009
tahun Masehi
Memberi gelar
Syaikhul Islam
Untuk hamba
Tuhan Syekh Muda Waly
Dan terbaca pada bait berikutnya pada syair yang
sama berikut :
Tahun 2007 di Masjid Raya Baiturrahman
Melalui kajian Islam tingkat tinggi
Para ulama Aceh
telah menetapkan
Al-Arif Billah
untuk Syekh Muda Waly
Gubernur Aceh
juga menetapkan Abuya Syekh Muhammad Muda Waly sebagai tokoh pendidikan Aceh,
karena jasa almarhum dalam berjuang memajukan pendidikan di Aceh ini.
Buku yang bersampul depan warna hijau bagian atas
dan kekuning-kuningan bagian bawah ini bergambar Abuya Djamaluddin Waly.
Sedangkan pada sampul bagian belakangnya tampak dengan jelas gambar Masjid
Raya Baiturrahman Banda Aceh. Di masjid kebanggaan rakyat Aceh itulah Abuya
Djamaluddin Waly sering memimpin zikir dan doa bersama yang diberi nama dengan
majelis Zikir Al-Waliyyah.
Tidak banyak
sejarawan, kritikus sastra, maupun pengamat sastra yang mengetahui bahwa Abuya
Drs. Djamaluddin Waly sebagai ulama Aceh yang mencintai rakyat ternyata juga piawai dalam menulis syair.
Saya tidak ragu mengatakan bahwa beliau adalah seorang ulama Aceh yang sastrawan. Hal tersebut tergambar
jelas dari isi buku yang ditulisnya, antara lain terdapat dalam buku yang
keempat (4) yang rata-rata setiap judul materi ditulis dalam ragam bahasa
sastra berbentuk syair 4 baris yang mirip pantun.
Jika provinsi
Riau terkenal dengan ulama dan
sastrawan Raja Ali Haji, maka Aceh memiliki sastrawan yang juga ulama hebat
bernama Abuya Djamaluddin Waly. Jika rakyat Indonesia pernah kagum dengan ulama
yang sastrawan seperti Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (HAMKA), maka
Abuya Djamaluddin Waly adalah HAMKA-nya orang Aceh. Seperti kita juga kagum
kepada sosok ulama dan sastrawan Ali Hasjmy, karena ulama-ulama itu adalah
permata bangsa dan pewaris para nabi.
Selain dalam
syair di atas nilai sastra yang terkandung dalam buku Abuya Djamaluddin juga
terdapat pada bait pertama (1) syair berjudul “Bapak Rohani” pada halaman 32
buku tersebut seperti tersusun rapi pada larik-larik berikut:
Bapak Rohani
memberi bimbingan
Untuk mendapat
hidayah Rabbi
Mendekatkan diri kepada Tuhan
Siang dan malam petang dan pagi
Dan juga terkandung pada bait keenam (6) syair
yang sama berikut ini:
Cinta Tuhan dapat jaminan
Dimasukkan dalam syurga tinggi
Demikian hadis Nabi menjelaskan
Kepada ummat Islam pengikut Nabi
Syair tersebut merupakan ragam karya sastra yang
bernuansa sufi atau tasawuf seperti yang pernah ditulis oleh seorang ulama
besar dan sastrawan sufi dari dunia sastra Arab bernama Rabiah al-Adawiyah yang
dikutip Abuya Djamaluddin Waly pada lembaran kata mutiara halaman 60 buku
keenam (6) jilid terakhir berikut ini:
“Ya Allah jika aku menyembah-Mu karena takut api
neraka, bakarlah aku di neraka; Jika aku menyembah-Mu karena mengharapkan
syurga, jauhkan aku dari syurga. Namun, jika aku menyembah-Mu karena-Mu, maka
jangan Engkau jauhkan aku dari keindahan abadi” (Rabiah al-Adawiyah dalam Abuya
Djamaluddin Waly, 2003:60).
Abuya
Djamaluddin juga menulis dengan bahasa yang indah “Sejarah Darussalam
Labuhanhaji” pada syair halaman 40 buku keempat (4) berikut:
Di Labuhanhaji Aceh Selatan
Ada bangunan tempat mengaji
Tempat itu dinamakan
Dengan Darussalam Labuhanhaji
Yang membangun
Darussalam
Hamba Tuhan
Syekh Muda Waly
Sekitar tahun
empat puluhan
Menurut
hitungan tahun Masehi
Supaya tidak
terjadi simpang siur dan salah pengertian perlu dicatat bahwa buku Panduan
Zikir dan Doa Bersama tersebut tidak semuanya berisikan syair. Tulisan yang
berupa syair hanya terdapat pada halaman 30-45 buku keempat (4) seperti syair
“Bapak Jasmani”, “Bapak Rohani”, “Sejarah Singkat Syekh Muda Waly”, “Sejarah
Darussalam Labuhanhaji”, dan syair “Alumni Darussalam Labuhanhaji”.
Sebagian besar
isi buku ini bahkan berisikan pedoman atau penuntun zikir dan doa yang
bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, Shalawat kepada Rasulullah Muhammad Saw (Cinta Rasul) dan disertai doa.
Yang masing-masing lengkap dengan terjemahan menggunakan ragam sastra. Enak
dibaca, meresap di hati sehingga merasakan kelezatan berzikir. Seperti yang
ditulis dalam tanda kurung oleh Abuya Djamaluddin Waly pada setiap bagian bawah
halaman daftar isi.
Ketika saya
mengapresiasikan buku tersebut saya teringat akan suatu kenangan saat-saat
bersama Abuya Djamaluddin Waly yang hanya sebentar saja saya berkenalan
dengannya. Pada suatu hari tanggal 16 Maret 2013 dalam suatu Seminar Islam
Internasional di Masjid Islamic Centre Lhokseumawe dan saya berikan cenderamata
kepada Abuya Djamaluddin sebuah buku
yang saya tulis berjudul Wajah Aceh dalam Puisi (Hikayat Ulama Aceh).
Selain sebagai
ulama Aceh dan sastrawan
ternyata Abuya Djamaluddin Waly juga seorang politisi handal yang termasuk lumayan lama
berkiprah di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah
Istimewa Aceh (1968-1987) dan menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR)/Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (1987-1999) di Senayan
Jakarta. Seperti yang tertulis pada data riwayat hidup Abuya Djamaluddin Waly
halaman 64 buku kesatu (1).
Sebagai
kenang-kenangan saya akhiri tulisan ini dengan sebuah syair indah yang ditulis
oleh Abuya Djamaluddin Waly berjudul “Alumni Darussalam Labuhanhaji” berikut
ini:
Ulama
alumni Darussalam
Dalam
hitungan banyak sekali
Hanya
sebagian kami sebutkan
Untuk
catatan aneuk rohani
Murid
pertama Syekh Marhaban
Mengaji
di Darussalam pertama kali
Gob
nyan pernah mendapat jabatan
Menteri
Pertanian di negeri ini
Disusul
Syekh Umar adik Marhaban
Ban dua gob nyan aneuk Abu Krueng Kalee
Abu Usman Fauzi di likotnyan
Tempat tinggai gob nyan di Gampong Lueng
Ie
Ulama terkenal Abu Adnan
Tinggai di Bakongan wahe ya akhi
Tgk. Hasan di Lamno Jaya
Bapak
Mertua Djamaluddin Waly
Jailani
Musa di Kluet Utara
Di
Meulaboh kota Abdul Hamidi
Di
Ujong Baroh Tgk. Abu Bakar
Di
Nagan Raya Yahya ‘Umraithi
Abu
Kamaruddin tinggai di Teunom
Tgk.
Jafar Lailon di Labuhanhaji
Di
Cot Keueng Tgk. Muhammad Ismi
Di
Alue Bili Tgk. Ismail
Tgk.
Muhammad Syam di Aron Tunggai
Tgk. Syam Marpali di Blang Pidie
Tgk. Bahauddin di Simpang Kanan
Tgk. Zamzami Syam di Singkili
Tgk.
Basyah Kamal di Long Raya
Di
Lamno Jaya Ibrahim Budi
Tgk.
Daud Zamzami di Kuta Raja
Di
Aceh Raya Muhammad Zamzami
Di
Lam Reung Tgk. Zulkifli
Di
Pulau Nasi Tgk. Adnan Haitami
Tgk. Gurah di Peukan Bada
Di Lhok Nga Tgk. Raffari
Tgk.
Abdullah di Tanoh Mirah
Di
Samalanga Tgk. Abdul Aziz
Tgk. Usman Basyah di kota Langsa
Aceh Tenggara Tgk. Jafar Siddiq
Tgk. Syahabuddin di kota Medan
Di Bangkinang Tgk. Aidarus Ghani
Ahmad Dimyati di Palembang
Di Padang Sidempuan Tgk. Nawawi
Haji Djamaluddin di kota Padang
Beserta
ngon gob nyan Tgk. Labai Sati
Di Solok Khatib Abu Syamah
Tgk. Ismail di Padang Basi
Di Blang Bladeh Abu Tu Min
Tgk.
Ahmad Sabil di Nanggroe Nisam
Tgk.
Hanafi di Matang Kuli
Abah
Usman di Matang Glumpang Dua
Sebagian
besar Ulama di Aceh ini
Punya hubungan dengan Muda Waly
Langsung tak langsung datang mengaji
Tetap ada hubungan rohani
Hubungan rohani tetap abadi
Tidak
bisa putus wahai ya akhi
Bapak rohani dengan anak rohani
Akan dipertemukan di akhirat nanti
Itulah
sekilas petuah dari permata bangsa ini Abuya Djamaluddin Waly. Mudah-mudahan
menjadi ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat lewat amanat yang dapat dipetik dari tulisan ringkas ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.