Rabu, 05 Desember 2018

Kisah Cut Nyak Dhien dalam Buku Sastrawan Indonesia-Malaysia

Kisah Cut Nyak Dhien dalam Buku Sastrawan Indonesia-Malaysia

Oleh Hamdani, S.Pd
Penulis esai
IMG20161227101254.jpg
Foto: Buku Yogya dalam Nafasku
Cut Nyak Dhien seorang pahlawan nasional asal Aceh. Seorang ibu berhati lembut, namun berjiwa baca. Sosok perempuan yang tangguh, sangat ditakuti oleh penjajah Belanda. Cut Nyak Dhien juga seorang guru, di pengasingannya Sumedang ketika diasingkan oleh Belanda sempat menjadi guru agama Islam kala itu. Pemikirannya yang sangat berpenguruh dan membakar semangat juang rakyat dalam melawan penjajah, sangat mengkhawatirkan pihak Belanda.
Cut Nyak Dhien srikandi dari tanah rencong, Aceh. Seorang ibu bangsa, kebanggaan rakyat Aceh dan Indonesia. Namanya terus terukir dengan tinta emas dalam rimba literatur sejarah, laksana perjuangannya yang bergerilya di rimba belantara nusantara. Itu ia lakukan demi harkat dan martabat bangsanya.
Nama Cut Nyak Dhien dapat dibaca dalam buku-buku sejarah dunia. Tak terkecuali dalam buku yang berjudul Yogya dalam Nafasku juga menggoreskan kisah heroik Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional.
Seperti yang ditulis oleh oleh Dodo Widarda dalam sebuah puisi bertema kepahlawan berjudul Balada Teuku Umar-Tjut Nyak Dhien yang tersusun indah dalam bait berikut:

Dari nyala api butir-butir tanah lampisang
Aku mendengar suara sayup dari qalbu jiwa yang hidup
Obrolan sepasang belahan jiwa terngiang-terngiang
Antara Umar dan Dhien saat membelai Cut Gamblang

Mendidih suara dari bilik-bilik batin Tjut Nyak Dhien
Teringat akan lintasan-lintasan peristiwa silam;
Darah syuhada yang membasuh tanah rencong
dari belahan jiwa pertama Ibrahim Lamnga.
Harum semerbak ruh seorang syahid menghadap Allah
bersimbah darah Lamnga kembali pada Tuhannya
telah memendam sekam dalam jiwa Tjut Nyak
untuk tak pernah henti melawan kafe-kafe penjajah itu.
...
Itulah nukilan petikan puisi yang panjang tersebut. Ditulis untuk ditampilkan pada Festival Tjut Nyak Dhien di Sumedang, 30-31 Oktober 2014. Puisi tersebut ditulis di Kampus UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Lalu puisi tersebut terkumpul dalam buku antologi puisi Yogya dalam Nafasku yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, tahun 2016. Buku tersebut memuat puisi sastrawan Indonesia, Malaysia, dan negeri serumpun Melayu.
Sosok Cut Nyak Dhien juga diukir oleh Hamdani Mulya penulis asal tanah Pasai, Aceh Utara. Puisi yang menggugah hati berjudul Ibuku yang Anggun Cut Nyak Dhien berikut:
Rinduku pada ibu
Laksana gerahku mata air
Mengumbar selaksa cinta
Yang aku tanam lewat
Curahan kasihmu di igauwanku
Betapa aku telah jadi
bara kagum padamu ibu
Dalam detak jantung adalah
doa untukmu
Biarkan cinta yang anggun
berpayung sutra
dan cinta pun berlabuh di tanah airku
Dengan Rahmat Allah
Tanah airku merdeka
Aku anakmu yang selalu bersenandung
Merdeka di setiap jengkal tanahmu
Ibuku yang anggun "Cut Nyak Dhien"
Aku merindukanmu di hamparan
Ali Hasyimi, telah berbuah budi
Cinta yang engkau taburi
Di negeri ini cinta telah berbuah budi
Api terpadam air
Di sini aku rindu ibuku "Cut Nyak Dhien"
Aceh Utara, 26 Juni 2016
Demikianlah ulasan singkat buku Yogya dalam Nafasku. Buku yang menjadi saksi sejarah bahwa Cut Nyak Dhien telah menjadi idola para penulis. Sosok Cut Nyak Dhien telah menjadi contoh teladan bahwa berjuang tidak ada kata berhenti di tengah jalan. Ia rela mengorbankan darah dan nyawanya sekalipun, demi harkat dan martabat bangsanya. Atas jasa-jasa yang sangat bernilai harganya pemerintah menganugerahkan Cut Nyak Dhien sebagai pahlawan nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.