Cerpen
BERKUNJUNG KE RUMAH
CUT NYAK MEUTIA SRIKANDI DARI
ACEH
Karya Keisha
Elsria Mulya
Teman-teman, kamu pernah berkunjung ke Aceh enggak sih? Soalnya, di
Aceh banyak sekali tempat wisata bersejarah seperti Masjid Raya Baiturrahman
Banda Aceh yang selamat dari amukan tsunami tahun 2004 lalu, kamu juga dapat
melihat museum rumah Aceh yang indah dengan ukiran motif khas daerah berjuluk
Serambi Mekkah. Jika kamu jalan-jalan ke Aceh kamu juga dapat berkunjung ke monumen
Kapal Apung, sebuah monumen tsunami berupa sebuah kapal nelayan yang tersangkut
kandas di atap rumah warga Banda Aceh saat tsunami. Sambil kamu menikmati mie
Aceh dan kopi arabika Gayo yang sangat lezat dan gurih.
Oh ya, teman-teman liburan tahun ini saya mengajak ayah dan ibu
saya berwisata ke rumah Cut Nyak Meutia pahlawan nasional dari Aceh. Oh ya,
kamu tahu enggak siapa Cut Nyak Meutia itu? Gambar Cut Nyak Meutia sering kita
lihat ditempel di dinding sekolahmu yang disandingkan bersama foto pahlawan
lain, seperti foto Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar dari Meulaboh yang memiliki
taktik perang gerilya.
Cut Nyak Meutia lahir hampir satu setengah abad yang lalu di Pirak
Timu, Aceh Utara. Cut Nyak Meutia putri dari Ulee Balang Pirak, ayahnya Teuku
Ben Daud seorang tokoh terkemuka yang menentang upaya Belanda menjajah Aceh.
Hari itu, matahari bersinar begitu cerah pukul 08.00 WIB. Hari
minggu pagi saya bersama adik saya yang bernama Qais Zhafran Mulya, sudah
bersiap-siap. Kami sudah memakai baju kesukaan masing-masing. Adik saya yang
akrab disapa Qais si ganteng yang doyan makan, tidak pernah lupa dengan
kacamata hitam kesayangannya. Ayah saya memakai baju adat Aceh yang layaknya
seperti baju Teuku Umar, karena ayah saya sangat mencintai sejarah pahlawan.
Dengan menumpangi kendaraan roda dua kami pun melaju menempuh jalan yang
berliku dan berbelok-belok. Setelah beberapa jam kemudian kami pun tiba di
rumah Cut Nyak Meutia pahlawan yang bergelar srikandi dari Aceh. Setelah
melewati perkampungan dan persawahan yang indah. Kendaraan kami pun berhenti di
depan rumah Cut Nyak Meutia. Tiba-tiba, ayahku berkata “Anakku inilah rumah
pahlawan kita Cut Nyak Meutia,” Ayahku menunjuk ke arah rumah Cut Nyak Meutia.
Saya dan adik merasa terkagum-kagum. Melihat sebuah rumah yang
sangat indah dan besar, bermotif ukiran Aceh. Ayahku bercerita sambil
melihat-lihat rumah Cut Nyak Meutia yang berbentuk panggung itu.
Ayah berpesan “Annakku bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa para pahlawan.” Nasehat ayahku akan selalu aku ingat. Salah
satu cara untuk menghargai jasa para pahlawan adalah dengan belajar yang rajin
dan tekun. Begitulah cara mengisi kemerdekaan dengan berprestasi.
Di depan rumah Cut Nyak Meutia berdiri tegak tiang bendera seperti
tegaknya jiwa pahlawan yang rela dibakar terik mata hari demi negara tercinta.
Bendera merah putih berkibar melambai-lambai kepada kami seperti hendak berkata
“Selamat datang para pecinta pahlawan di rumah wanita pejuang, ibu bangsa kita Cut
Nyak Meutia.”
Lalu saya bersama keluarga saya masuk ke rumah yang menjadi saksi
sejarah dimana Cut Nyak Meutia dilahirkan. Rumah tersebut terdapat
bagian-bagian seperti serambi depan dan serambi belakang. Serta memiliki ruang
tengah yang disebut reumoh inong, sebuah ruang yang dikhususkan untuk
kaum wanita. Rumah Cut Nyak Meutia berbentuk seperti rumah adat Aceh secara
umum. Rumah ini memiliki tujuh anak tangga.
Di dinding rumah ini terpasang berbagai foto dan gambar lukisan
sejarah perang Aceh. Tampak beberapa foto perang ketika penjajah Belanda menyerbu
daerah Pasai. Juga terdapat beberapa lukisan wajah Cut Nyak Meutia berukuran
besar dipajang di dinding rumah. Membangkitkan semangat para pengunjung untuk
terus mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih oleh para pahlawan.
Hari itu tampak ratusan pengunjung berlalu lalang melihat-lihat
suasana rumah Cut Nyak Meutia, ada para
pemerhati sejarah, siswa, dan mahasiswa. Bahkan para wisatawan pun ikut
berkunjung kerumah Cut Nyak Meutia.
Di bagian serambi depan rumah terlihat sebuah foto besar
dokumentasi perang Aceh. Tiba-tiba ayah saya bertanya “Wahai anak-anak, tahukah
kamu foto siapakah itu?”
“Saya tidak mengenali wajah yang ada di foto itu Ayah,” jawab saya.
“Oo, itu foto Raja Sabi wahai anak-anakku, Raja Sabi adalah anak
kesayangan Cut Nyak Meutia satu-satunya.” Jelas Ayah menjelaskan panjang lebar.
Ya, itulah Raja Sabi putra dari Teungku Chiek Ditunong suami Cut
Nyak Meutia. Raja Sabi seorang putra pejuang yang sejak berusia sekitar 5 tahun
sering masuk-keluar hutan menemani ibunya bergerilya mengusir penjajah Belanda
dari negeri tercinta.
Setelah beberapa jam di dalam rumah Cut Nyak Meutia, saya dan
keluarga ke luar menuju arah kiri rumah. Di situ terdapat sebuah lumbung padi
yang dalam bahasa Aceh disebut kroeng pade dan disampingnya terdapat
beberapa buah jeungki. Jeungki merupakan alat penumbuk padi dan tepung,
teknologi tradisional masyarakat Aceh. Beberapa meter ke arah kiri lumbung padi
terdapat sebuah balai kecil. Di balai tersebut sering digelar pengajian dan doa
bersama untuk mengenang jasa arwah para pahlawan yang telah mendahului kita.
Karena rumah Cut Nyak Meutia juga sering dikunjungi penziarah dalam rangka
memperingati hari pahlawan nasional. Di kiri dan kanan rumah juga ditanami
pepohonan yang indah dan rindang.
Hari pun sudah siang, saya dan keluarga saya pun akhirnya
mengakhiri liburan kali ini dengan makan siang bersama. Ibu saya membawa menu
kesukaan kuah pliek u, menu khas tradisional Aceh dengan lauk ikan
panggang. Setelah shalat zuhur berjamaah saya dan keluarga saya pun bertolak
kembali ke kampung halaman. Sungguh indah perjalan liburan tahun ini. Selain
dapat melihat pemandangan alam yang indah, juga dapat ilmu pengetahuan
pelajaran sejarah. Ayo, mari kita selalu mengisi hari-hari kita dengan belajar.
Bahkan sambil bermain pun kita harus menjadikannya sebagai pelajaran. Seperti
yang saya lakukan. Belajar sambil bermain, bermain mengenal sang pahlawan Cut
Nyak Meutia. Dengan meneladani pahlawan, berarti kita meneruskan perjuangan.
Selamat meneruskan perjuangan Cut Nyak Meutia: Perempuan, Pejuang, dan
Pahlawan.
Aceh Utara, 31 Oktober 2018
Aceh Utara, 31 Oktober 2018
Naskah Cerpen ini meraih juara harapan dua lomba menulis Cerpen bagi
siswa SD/MI yang diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten
Aceh Utara pada 31 Oktober 2018.
Riwayat Singkat Penulis
Keisha Elsria Mulya lahir di Aceh Utara 18 Oktober 2008. Keisha merupakan siswa berprestasi MIN 7 Aceh Utara. Ia sering mengikuti berbagai lomba untuk mengasah kemampuan serta bakat yang ia miliki. Di sekolahnya ia sering masuk dalam juara peringkat kelas. Keisha memperdalam ilmu tentang menulis cerpen kepada ayahnya Hamdani Mulya seorang penulis buku dan pegiat literasi.
Keisha Elsria Mulya lahir di Aceh Utara 18 Oktober 2008. Keisha merupakan siswa berprestasi MIN 7 Aceh Utara. Ia sering mengikuti berbagai lomba untuk mengasah kemampuan serta bakat yang ia miliki. Di sekolahnya ia sering masuk dalam juara peringkat kelas. Keisha memperdalam ilmu tentang menulis cerpen kepada ayahnya Hamdani Mulya seorang penulis buku dan pegiat literasi.
Foto: Keisha Elsria Mulya Penulis Cerpen |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.