Puisi-puisi Hamdani Mulya
Tangis Leuser
Leuser
menangis dalam isak tak terkira
Mendesah
karena pohon yang tumbang
dan
ranting dicincang
Sungai
yang dulu biru, gemercik airnya bertalu-talu,
Kini
bercampur debu dan serbuk kayu
Lalu
bandang datang menyapu.
Kita
rindu pada hutan rimbun
Seperti
mimpi-mimpi burung yang dulu
bernyanyi
di sarangnya
Sambil
menatap sungai jernih di pagi hari,
Berdiri
di ranting dan pohon
yang
dulu indah itu.
Ayo,
mari merawat hutan negeri ini
sebagai
rasa syukur atas karunia Ilahi.
Aceh Utara, 20 Mei 2017
Cut
Nyak Dhien
Rinduku
pada Cut Nyak
Laksana
gerahku pada mata air
Mengumbar
selaksa cinta
Yang
aku tanam lewat
Curahan
kasihmu di igauanku.
Betapa
aku telah jadi bara
kagum
padamu, Cut Nyak
Dalam
detak jantungku
Menyirat
cinta yang anggun
Aku
anakmu yang selalu bersenandung merdeka
Pada
jejak tanah yang telah kauperjuangkan
Mengetam
segala rindu padamu.
Aceh Utara, 26 Juni 2016
Perempuan
Bermata Rencong
Perempuan
bermata rencong itu
Laksamana
Malahayati
Adalah
perempuan perkasa
Dari
Blang Padang
Berselempang
pedang
Bersemangat
baja.
Perempuan
bermata rencong
Laksamana
Malahayati
Adalah
perempuan gagah
Dari
Serambi Mekkah
Yang
berpeluh memeluk senjata,
Penjajah
gentar menghadapinya.
Laksamana
Malahayati
Ini
negerimu bahagia
Merah
putih berkibar
Di
jagat Indonesia.
Aceh Utara, 26 Juni 2016
Hamdani Mulya adalah nama pena dari
Hamdani, S.Pd. Lahir di desa Paya Bili, Kec. Meurah Mulia, Kab. Aceh Utara pada
10 Mei 1979. Ia adalah alumni Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah,
FKIP, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah).
Menulis
puisi dan artikel pendidikan di beberapa majalah dan surat kabar, seperti
Serambi Indonesia, Kutaradja, Waspada, Haba Rakyat, Majalah Fakta, Santunan
Jadid, Seumangat BRR, Jurnal Al-Huda, dan lain-lain. Karyanya juga dapat
ditemukan dalam antologi bersama penyair Aceh, antara lain Dalam Beku Waktu. Ia aktif
mengelola blognya http://hamdanimulya.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.